KENANGAN
PANTAI
Suara deburan ombak yang begitu
syahdu, membuat hatiku rindu akan sesuatu. Tekstur pasir yang begitu halus,
seakan inginku menari diatasnya. Aroma pantai yang tak pernah kulupakan,
kembali menusuk penciumanku.Yang kukira tak akan kuhirup kembali. Kau, yang
selama ini menemaniku, disaat hatiku pilu dan rapuh. Semua kenangan indah itu. Andai
aku bisa melihatnya.
***
“Nita, kamu masih ingat ga? Waktu kita
disini? Waktu itu kita ingin menikmati sunset yang begitu menawan. Lalu kita
foto bersama. Kau ingat?” sambil kau berusaha menunjukkan foto itu padaku.
“Ya
ma, aku ingat.” Jawabku singkat.
Ma, kau tahu keadaanku begini. Tapi kau
tak merasa risih dengan keberadaanku. Aku memandang foto ini sejenak. Kau tampak
sangat bahagia disampingku. Kau cantik sekali. Tak sadar kumeneteskan air mata.
***
“Nita, kita sudah lama duduk di
pasir pantai. Hari sudah menjelang malam. Bagaimana kalau kita makan di
Restoran favoritmu?” usul mama.
“Iya
ma, aku juga sudah lapar.” Kumemegang perutku yang keroncongan.
Kita
berdua langsung menuju mobil, dan kau menuntunku dengan tongkatku. Kau bahkan
tidak marah jika terkadang aku tak sengaja menginjak kakimu.
Di Restoran
Aku keluar dari mobil dengan
perlahan. Seperti biasa, semua tampak gelap gulita. Kuberjalan dengan
tongkatku. Meraba-raba pakai tongkat. Siapa tahu ada tangga. Tak lupa mama
selalu berada disampingku. Kamipun duduk, memesan makanan, dan makan.
“Ma,
makanannya enak ya.” Ucapku sambil terus melahap makanan.
“Ya
Nita. Oh ya Nit, mungkin kita nanti akan jarang bersama seperti ini.”
“Kenapa
ma? Bukannya mama janji mau nemenin aku terus?” tanyaku dengan kaget.
“Mama
akan selalu menemanimu nak, tapi bukan dengan cara seperti ini lagi.” Jawab mama
pelan.
Kenapa? Kenapa mama berbicara
seperti itu padaku? Apa mama sudah tidak ingin lagi bersamaku? Apa takdirku
memang hidup buta tanpa mama disisiku? Pertanyaan-pertanyaan ini terlontar
hanya di dalam hati. Ya, di dalam hati.
Papa masuk ke kamarku. Sepertinya dia
ingin berbicara sesuatu.
“Nita,
papa ada kabar baik buat kamu.” Sambil papa memegang tanganku erat.
“Kabar
baik apa pa?” tanyaku heran.
“Sebentar
lagi kamu akan bisa melihat! Melihat dunia ini Nita.” Jawab papa semangat.
“Benarkah?
Sudah ada pendonor ya pa?”
“Ya,
tapi pendonor itu merahasiakan identitasnya padamu. Dia sangat baik hati.”
“Berarti
nanti aku bisa melihat papa dan mama?”
“Ya
nak, insya Allah.”
Di Rumah Sakit,
kamar 08
Perasaanku campur aduk, akhirnya
sebentar lagi aku bisa melihat. Perban dimataku akan segera dibuka. Andaiku tahu
siapa malaikat dibalik ini semua.
“Ayo,
sekarang perbannya akan dibuka. Nita siap?” tanya dokter padaku.
“Ya
dok. Saya siap.” Jawabku dengan semangat. Perbanku pun perlahan dibuka dan….
“Bagaimana?
apa sekarang kamu bisa melihat?” tanya dokter lagi.
Kubuka
mata perlahan, kulihat papa, dan dokter berdiri didepan dan disampingku. Tapi ada
yang kurang. Dimana mama?
“Papa,
aku bisa melihat! Dokter, saya bisa melihat sekarang!” Terangku sambil
kutunjukkan mataku.
“Terima
kasih Ya Allah, Engkau telah mengabulkan doa kami sekeluarga.” Papa pun
berlinang air mata. Kuusap air mata papa, dan kubertanya
“Pa,
mama mana? Harusnya dia disini kan?”
***
Dengan sangat bersedih hati,
akhirnya ku tahu. Mama telah mendonorkan matanya padaku. Kau yang ternyata
adalah malaikat dibalik semua ini. Kau yang selama ini ada dalam hatiku yang
paling dalam. Begitu mudahnya kau meninggalkanku dengan cara seperti ini.
“Kenapa
harus mama pa? kenapa?” tanyaku sambil kuusap nisan mama.
“Selama
ini mama mengidap kanker. Dia tahu umurnya tidak lama lagi. Maka dari itu, dia
ingin sisa hidupnya lebih berguna. Dia donorkan matanya padamu. Dan Allah pun
memanggilnya.”
Tak
lama kamipun melangkah pergi meninggalkan makam mama. Mungkin makam mama basah
dengan air mataku.
***
Sore hari yang begitu cerah. Ingin rasanya
ku ke Pantai. Tempat dimana aku dan mama banyak meluangkan waktu bersama. Di Pantai
kini kusendiri, tanpa mama.
Suara deburan ombak yang begitu
syahdu, ibarat suara lembutmu yang tak pernah membentakku. Tekstur pasir yang
begitu halus, bagai sentuhanmu yang amat halus membelai rambutku. Aroma pantai
yang tak pernah kulupakan, seperti aroma parfum yang selalu kau kenakan dan
menusuk penciumanku yang kukira akan kuhirup lagi dan ternyata tidak. Kau yang
selalu menemaniku, kini telah pergi. MAMA, I LOVE YOU SO MUCH. FOREVER….
Komentar
Posting Komentar